Beberapa Info bagi yang berminat :

Sabtu, 09 Mei 2009

Mantan Copet yang jadi Wirausahawan

Suatu ketika, saat berangkat ke tempat kerja, secara tidak sengaja saya berjumpa dengan seseorang yang berhasil merubah jalan hidupnya secara drastis.

Pagi itu saya menumpang bus Restu jurusan Ponorogo-Surabaya, yang sering saya tumpangi bila berangkat menuju tempat kerja di Surabaya.

Kebetulan bus tersebut lumayan penuh penumpang seperti saya, para pekerja komuter yang bekerja di Surabaya tetapi tinggal di daerah Mojokerto-Jombang. So, tidak begitu banyak lagi kursi kosong yang tersisa.

Setelah mencari-cari sebentar, akhirnya ketemu juga kursi yang masih kosong. Saya kemudian duduk di kursi deretan nomor 3 dari depan, di sisi sebelah kanan yang berisi tiga kursi.

Di sebelah saya duduk seorang bapak dengan membawa anak perempuannya, yang kira-kira berusia tujuh tahun. Gadis kecil itu tampak begitu manja kepada bapaknya, karena berulang kali ia bergelayut di bahu bapaknya, sambil membawa minuman susu kotak.

Sambil asyik minum susu kotak, sesekali gadis kecil memandang saya, sementara bapaknya diam saja sambil terus memandang kedepan.

Karena hari itu bukan hari libur dan bukan masa liburan sekolah, iseng-iseng saya tanya,”Tidak sekolah dik ?”

Gadis kecil itu hanya tersenyum, lalu memandang bapaknya.

Sang bapak yang mendengar pertanyaan itu kemudian tersenyum kepada saya sambil berkata “Mbolos mas, sekali-kali kan ndak apa-apa “

“Habis, kalo tahu bapaknya lungo pasti minta diajak” (Lungo = Bepergian. Bhs Jawa)

“Pergi kemana pak ?”, tanyaku

“Ke Surabaya”

“Saya juga kesana kok, kan saya kerja di Surabaya”, jawab aku sekenanya

“Kok ibunya ndak ikut ?” tanyaku lagi

“Ibunya di rumah, jaga kalo ada orang setor”

“Emang setor apa?”

“Setor plastik bekas”

“Ooo begitu”.

“Waktu muda dulu, saya pernah tinggal di Surabaya mas”, katanya seakan bernostalgia.

“Tiap hari keluyuran di Terminal Bungurasih”, tambahnya.

“Lho, ngapain pak ?”, saya jadi tertarik untuk bertanya lebih jauh.

“Nyopet mas, tapi setelah kawin dan punya anak, saya insyaf ”

“Kerja kayak gitu emang gampang cari duitnya, tapi nyusahkan orang sehingga bikin hidup keluarga kami nggak berkah “

“Lagian saya juga tidak ingin memberi makan anak saya dengan uang haram” lanjutnya lagi.

“Terus, bapak kerja dimana ?” tanyaku

“Karena saya tidak sempat tamat SMP, akhirnya cuma bisa jadi pemulung di Surabaya. Itu saya jalani selama 3 tahun, tapi karena nggak ada perkembangan, saya pulang ke daerah asal istri saya, di Nganjuk.”

“Di sana saya kumpulkan para pemulung supaya setor ke saya, terus memulai usaha jadi pengepul sampah plastik untuk dikirim ke pabrik plastik”

“Plastik apa saja yang disetorkan?”

“Macam-macam mas, mulai dari bekas gelas aqua, botol plastik, keranjang plastik, timba, tas kresek, sampai polybag bekas pertanian”

“Pokoknya hampir semua sampah yang berbahan plastik ”

“Terus langsung dijual ke pabrik ?” tanyaku

“Ya ndak, musti disortir, dibersihkan, terus digiling sampai hancur”

“Setelah itu baru bisa dikirim ke pabrik plastik”

“Wah, saya benar-benar salut dengan bapak deh”, kataku terus terang.

Wajahnya tampak sumringah (cerah = Bhs Jawa) saat mendengar ucapan saya.

“Alhamdulillah mas, rezeki memang selalu ada kalau kita terus menerus berusaha dan berdoa”, jawabnya.

“Jadi tidak perlu nyopet, mencuri apalagi korupsi untuk cari rezeki”

“Sekarang saya sudah bisa mempekerjakan 2 orang tetangga saya buat menyortir dan menggiling plastik di rumah” tambahnya lagi.

“Pak, suka duka bisnis sampah plastik gimana sih?”

“suka-nya, permintaan plastik selalu ada. Buktinya pabrik plastik juga banyak kok. Bahan baku sampah plastik juga bertebaran dimana-mana, hampir di tiap tong sampah”

“Jadi jangan kuatir kekurangan bahan baku atau tidak bisa memasarkannya”

“Kita tinggal pandai-pandai mencari peluang, mengumpulkan pemulung agar mau kirim ke kita, menyortir sampah, digiling, terus dijual ke pabrik. Sederhana saja kok mas “

“kalau duka-nya”, tanyaku.

“Duka-nya, kadang pemulung yang setor suka main curang. Misalnya sampah polybag diisi tanah lumpur biar tambah berat”

“Terus mereka suka kasbon, terus gak pernah setor lagi alias kabur”

“Kadang ada yang sudah dimodali sepeda pancal, tapi malah setor barang ke orang lain”

“Adakalanya pabrik juga suka mengulur-ulur pembayaran, padahal modal saya kan terbatas”

“Tapi itu ndak semuanya kok, buktinya saya masih bisa kerja sampah plastik mas”, katanya.

Singkat cerita, pagi itu saya beruntung mendapatkan teman seperjalanan yang enak diajak ngobrol hingga tak terasa bus memasuki gerbang terminal Bungurasih.

“Parkir-parkir !!”, teriak kenek bus mengingatkan pemnumpang yang biasa turun di dekat penitipan motor. Langsung saja aku berdiri dari kursi, siap-siap untuk turun dari bus.

“disini masih ada beberapa teman saya yang masih belum insyaf, dan yang muka-muka baru juga banyak lho”, katanya padaku

“Makanya hati-hati kalo di terminal Bungurasih ya?”, tambahnya mengingatkan saya.

“Terima kasih pak!”, jawab saya saat kami berpisah.

Sambil berjalan menuju tempat penitipan motor terminal Bungurasih dimana saya biasa menitipkan motor saat pulang ke rumah, saya mengingat-ingat semua percakapan saya saat di bus Restu.

Oh my God, ternyata sekalipun seorang copet, asal dia berani membuat keputusan untuk merubah nasib, niscaya pasti Engkau berikan padanya kesempatan untuk memiliki jalan hidup yang lebih baik.

So, bagaimana menurut anda ?

Sumber : http://jadilah-wirausahawan.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar